Dialogis.id – Pembangunan Pasar Sentral Parigi (PSP) yang dibangun oleh Pemda Parigi Moutong Sulawesi Tengah melalui bantuan Bank Dunia bernilai Rp 19 Miliar terus menjadi sorotan publik.

Pasalnya, atas pemanfaatan PSP desain moderen yang digadang oleh Pemda dimasa kepemerintahan Bupati pertama di Desa Bambalemo, Kecamatan Parigi ini menyisakan benang merahnya.
Lantas siapakah yang menanggung ‘dosa’ untuk pembayaran kredit pasar moderen itu ?
Konon kabarnya bahwa hutang Pemda Parimo terhadap Bank dunia belum bisa melunasinya oleh karena desain bangunannya terkesan tidak seindah mata para pengunjung pasar.
Ketua Lembaga Merah Putih (LMP) Parigi Moutong Sulawesi Tengah Risman menyebut bahwa desain pembangunan Pasar Sentral Parigi (PSP) itu adalah sebagai pemicu kerugian para pedagang.
Akibatnya, hampir semua los yang disiapkan pemerintah daerah untuk para pedagang berjualan pakaian terpaksa angkat kaki karena alami kerugian besar.

“Kalau begini siapa lagi yang disalahkan. Semua sudah terjadi oleh karena omset pendapatan mereka tak jauh bedanya dengan pasar mingguan” sebutnya dengan nada ‘keras’.
Jangan yang menanggung ‘dosa’ ini diserahkan kepada anak dan cucu atau pemerintah daerah yang akan datang, kata Risman.
Resonansinya sebagai tindak lanjut untuk menaikan derajat pemerintah daerah sebelumnya tambah Ketua LMP ini, setidaknya ada komunikasi yang serasi tanpa harus memutuskan tali silaturahmi.
Kenapa demikian sambung Risman ? Penyebabnya ada di pemerintahan awal yang mengajukan konsep pembangunan moderen namun tidak berkualitas. Sementara pajak yang ditarik kepada pedagang tidak berimbang dengan hasil penjualannya.
“Saya menduga seperti terjadi ‘kejanggalan’ antara pemerintahan awal dan pemerintahan lanjutannya karena kurun waktu 12 tahun belakangan ini keberadaan PSP di desa Bambalemo jadi terbengkalai” tekannya.
Solusinya, keberadaan pasar sentral ini yang kurang bersimpati kaum pedagang harus diaudit secepatnya oleh penegak hukum untuk menelisik benang merahnya agar diketahui siapa dalang atau oknum yang mencoba bermain ular tangga, tegas Ketua LMP Parimo ini.
Pantauan sejumlah media baru-baru ini menilai bahwa Pasar dengan konsep modern ini hanya dipadati pengunjung ketika hari besar keagamaan tiba. Tapi para pembeli hanya datang berburu Bahan Pokok Penting (Bapokting), seperti cabai, bawang, minyak goreng, beras, gula pasir dan lainnya.
Bukan itu saja, konsep modern yang dicita-citakan nampaknya tak terwujud. Sebab, terpal berwarna biru, orange, dan hitam masih terlihat bergelantungan di langit-langit pasar, menimbulkan kesan semerawut.
Bahkan, banyak pedagang memilih berjualan di luar lokasi pasar, memanfaatkan badan-badan jalan hingga mobil pick up untuk menjajaj dagangannya.
“Persoalan kondisi ini, pernah saya sampaikan ke DPRD Parimo. Bahkan, saya minta agar dipertemukan dengan dinas-dinas terkait,” ungkap Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Sentral Parigi, H Iskandar, di Parigi, Rabu malam, 12 Juni 2024.
Menurutnya, Asosiasi Pedagang sangat menginginkan Pasar Sentral Parigi menjadi ikon Kota Parigi, dengan melakukan penataan kembali agar menciptakan daya tarik.
Sebab, tidak adanya daya tarik ini menjadi penyebab Pasar Sentral Parigi sepi pengunjung. Ditambah lagi, tempat berjualan pedagang tak didukung fasilitas penunjang.
Contohnya, tidak berfungsinya saluran pembuangan di lokasi pedagang ikan menimbulkan bau tak sedap, dan minim penerangan.
“Hampir dipastikan, tidak ada daya tariknya pasar modern ini,” tukasnya.
Sebagai Asosiasi Pedangan, Iskandar pun pernah menyarankan Pemda Parimo agar mengarahkan Aparat Negeri Sipil (ASN) hingga personel Kepolisian untuk berbelanja ke Pasar Sentral Parigi sehari dalam sebulan.
“Tapi tidak juga dilakukan. Padahal pemerintah ini, punya power. Kalau ini bisa terjadi, pendapatan pedagang akan meningkat,” ujarnya.
Padahal, kata dia, bila Pasar Sentral Parigi dapat dikelola dengan baik, akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik dari retribusi pasar maupun parkiran.
“Kita lihat saja kondisinya saat ini, banyak bangunan yang dibangun dengan anggaran besar tidak bisa dimanfaatkan,” pungkasnya.
Diketahui, Pasar Sentral Parigi dibangun Pemda Parimo dengan meminjam dana ke Bank Dunia, sebesar Rp19 miliar lebih.
Secara rutin, memang Pemda Parimo telah mengangsur utang pokok beserta bunga setiap tahun, selama kurang lebih 15 tahun, yang akan berakhir pada 2025.
Bila diasumsikan, pasar yang ditempati kurang lebih 600 pedagang, yang diwajibkan membayar retribusi sebesar Rp2.000 per hari, Pemda Parimo masih menanggung kekurangan angsuran utang pokok beserta bunga setiap tahun, melalui APBD.
Sedangkan di perencanaan awal, Pemda Parimo di zaman kepemimpinan Longki Djanggola bersama Alm H. Asmir Ntosa, tercatat utang Bank Dunia dibayar dengan meraup Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari retribusi Pasar Sentral Parigi.