
Dialogis.id – Kabar baik datang dari buku utang pemerintah. Posisi utang pemerintah per 30 April 2023 mencapai Rp 7.849,89 triliun, lebih rendah sekitar Rp 29 triliun dibandingkan bulan sebelumnya.
Nominal tersebut merupakan 38,15% terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Per akhir April 2023, profil jatuh tempo utang Indonesia terbilang cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di kisaran 8 tahun,” tulis Kementerian Keuangan dalam buku APBN KITA, dikutip Rabu (31/5/2023).
Kondisi utang Indonesia ini dikonfirmasi oleh Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David E. Samual.
“Percepatan pertumbuhan ekonomi kita lebih tinggi daripada percepatan pertambahan utang,” kata David.
Menurutnya, kondisi makroekonomi Indonesia sangat baik saat ini.
“Proyeksi pertumbuhan PDB, inflasi, neraca berjalan, cukup baik. PDB 4,98%, inflasi 2,61%, Neraca transaksi berjalan -1,22%. Target penerimaan negara achievable. Ke depan mudah-mudahan ada rebound lagi dari komoditas,” katanya.
Selain itu, David melihat kebutuhan utang saat ini tidak sebesar pada masa pandemi. Oleh karena itu, pertumbuhan utang Indonesia cenderung menurun.
“Kebutuhan sbn tidak sebesar masa pandemic,” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengungkapkan selama masa Pandemi Covid-19, yaitu 2018-2022, utang yang dibuat pemerintah Indonesia optimal memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ini kata dia tidak terjadi di negara-negara lain seperti India, Malaysia, Filipina, Thailand, Amerika Serikat, bahkan dengan China. Tergambar dari naiknya PDB saat pemerintahannya membuat utang baru selama periode itu.
“Ini pelajaran bagi kita semua memang kenaikan GDP tidak hanya didukung utang karena tidak sustain, tapi Indonesia relatif cukup baik,” ucap Sri Mulyani saat rapat dengan Badan Anggaran DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Ia memaparkan, saat pemerintah membuat utang pada periode 2018-2022 sebesar US$ 209 miliar PDB nominal mampu naik sebesar US$ 276,1 miliar. Artinya, kata dia setiap US$ 1 utang mampu menaikkan ekonomi sebesar US$ 1,34 saat itu.
“Jadi setiap 1 dolar menghasilkan 1,34 dolar dalam situasi terjadi shock luar biasa saat hampir semua perekonomian kolaps,” tutur mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Sumber : CNBC Indonesia