Wabup Parimo Minta Maaf, “Kami Tidak Bermaksud Menyinggung Profesi Pers”

Wakil Bupati Parigi Moutong, Abdul Sahid dalam pertemuan bersama sejumlah wartawan di ruang rapat bupati, Selasa sore 21 Oktober 2025. Foto : Muhammad Reja

PARIGI MOUTONG, DIALOGIS.ID – Wakil Bupati Parigi Moutong (Parimo), H. Abdul Sahid, menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada insan pers atas insiden pengusiran lima jurnalis dari sejumlah media online saat meliput rapat pembahasan tambang ilegal di ruang rapat bupati, Senin 20/10.

“Saya menyampaikan permohonan maaf jika ada kata atau sikap, baik dari OPD kami maupun saya secara pribadi,” ujar Abdul Sahid dalam pertemuan bersama sejumlah wartawan di ruang rapat bupati, Selasa sore 21 Oktober 2025.

Ia menegaskan, peristiwa tersebut murni akibat miskomunikasi tanpa adanya unsur kesengajaan maupun tendensi untuk menyinggung profesi jurnalis.

“Jurnalis adalah mitra pemerintah dalam membangun daerah. Tanpa peran mereka, program kerja pemerintah tidak akan tersosialisasikan secara luas kepada masyarakat,” kata Wabup.

Abdul Sahid juga mengajak seluruh insan pers di Parigi Moutong untuk terus bersinergi dengan pemerintah daerah dalam membangun komunikasi yang sehat dan konstruktif.

“Saya mengajak teman-teman media untuk bergandengan tangan membangun daerah ini. Jika kami ada salah, tolong sampaikan. Namanya manusia, tentu tidak luput dari khilaf dan salah,” imbuhnya.

Menanggapi permintaan maaf tersebut, jurnalis Zenta Inovasi, Eli Leu, menyampaikan apresiasi atas sikap terbuka dan kerendahan hati pimpinan daerah. Namun, ia menilai insiden yang terjadi dalam rapat pembahasan tambang emas ilegal itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap profesi jurnalis.

“Pada dasarnya kami tidak mendendam, tapi karena ini berkaitan dengan keprofesian, kami harus tegas menyikapinya,” tegasnya.

Eli menuturkan, kehadiran jurnalis dalam setiap kegiatan pemerintah daerah semata-mata untuk menjalankan tugas jurnalistik, bukan mencari kesalahan. Ia pun meminta agar tidak ada lagi pembatasan akses liputan di kemudian hari.

“Jurnalis bertanggung jawab menyampaikan informasi kepada publik. Ke depan, kami berharap kemitraan dengan pemerintah bisa lebih terbuka. Kalau memang rapat tertutup, sampaikan lebih awal agar kami bisa memposisikan diri,” tambah Eli.

Sebagai salah satu jurnalis yang mengalami langsung kejadian tersebut, Eli mengaku sempat terguncang secara mental.

“Secara mental kami terganggu. Kenapa kami diperlakukan seperti itu, padahal semuanya bisa dikomunikasikan dengan baik,” keluhnya.

Sementara itu, Ridwan dari Kantor Berita Antara menilai insiden semacam itu sering kali muncul karena komunikasi yang tidak terbangun dengan baik antara pejabat daerah dan awak media.

“Kadang ada bahasa yang tidak semestinya disampaikan, sehingga membuat suasana menjadi tidak nyaman,” ujarnya.

Sebagai perwakilan organisasi pers PFI Palu, Ridwan berharap agar jajaran OPD di lingkungan Pemkab Parigi Moutong lebih terbuka dan ramah dalam menyampaikan informasi kepada media.

“Insiden ini mungkin terlihat kecil, tapi berdampak pada psikologis kami. Karena itu, Pemda harus lebih kolaboratif dengan jurnalis,” tegasnya.

Laporan : M. Ridwa Sukri

banner 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *