
Dialogis,id, Parigi Moutong – Sejak pagi, Lapangan Desa Gurinda, Kecamatan Mepanga, berubah menjadi pusat keramaian. Bukan hanya suara tilawah Al-Qur’an yang menggema, tapi juga derap langkah warga yang sibuk menyiapkan hidangan, mengatur tenda, hingga menyambut tamu dari desa tetangga. Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-16 tingkat Kecamatan Mepanga, Ahad, 27 Juli 2025, menjelma menjadi pesta kolektif yang mengikat kembali solidaritas masyarakat desa.
Ratusan warga terlibat secara sukarela. Ada yang mengurus konsumsi peserta, sebagian menyiapkan tempat menginap, ada pula yang bergiliran menjaga area lomba. Bagi masyarakat Mepanga, MTQ bukan sekadar kompetisi membaca Al-Qur’an, melainkan ruang gotong royong lintas generasi.
“Kalau bukan MTQ, sulit membayangkan ada momentum yang bisa mengumpulkan orang dari berbagai desa dalam suasana penuh persaudaraan,” kata Rusmin Suseno, Camat Mepanga.
Kemeriahan MTQ memberi dampak ekonomi tersendiri. Pedagang kecil menjajakan aneka makanan, penjual pakaian muslim menata lapak dadakan, sementara pengrajin lokal memanfaatkan kesempatan untuk memperkenalkan produk desa. “Setiap ada MTQ, rezeki warga juga ikut bergerak,” ujar Nurhayati, seorang pedagang kuliner.
Dalam sambutan Bupati yang dibacakan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Aziz Tombolotutu, pemerintah menegaskan bahwa MTQ adalah investasi sosial. Ia tidak hanya membentuk generasi Qurani, tetapi juga memperkuat daya tahan komunitas di tengah arus perubahan zaman.
“Pembangunan tidak hanya soal jalan dan jembatan. Kekuatan nilai, kebersamaan, dan gotong royong juga fondasi penting. MTQ memberi ruang itu,” kata Aziz.
MTQ tahun ini mempertemukan puluhan qari dan qariah dari seluruh desa di Mepanga. Anak-anak muda mendominasi peserta, memperlihatkan bahwa regenerasi nilai religius terus berlangsung. Namun lebih dari itu, MTQ menghadirkan atmosfer persaudaraan. Desa-desa yang sehari-hari sibuk dengan urusan masing-masing, kini berkumpul dalam satu ruang spiritual dan sosial.
Ketua panitia menyebut, energi gotong royong adalah nyawa utama penyelenggaraan MTQ. “Tidak mungkin acara ini berjalan hanya dengan dana pemerintah. Sumbangan tenaga, pikiran, bahkan bahan makanan dari warga jadi modal utama,” ujarnya.
Di tengah derasnya modernisasi, perhelatan semacam MTQ memberi keseimbangan. Ia mengajarkan bahwa membangun masyarakat tidak cukup dengan instrumen ekonomi dan politik, melainkan juga lewat ruang-ruang sederhana yang menumbuhkan kebersamaan.
Penutupan MTQ dijadwalkan dalam beberapa hari ke depan. Namun bagi warga Mepanga, hasil kompetisi bukanlah yang terpenting. “Juara bisa berganti setiap tahun. Yang abadi adalah kebersamaan yang kita jaga,” kata seorang tokoh agama setempat.
Laporan : M. Ridwan Sukri