PBNU Meminta Pemerintah Melarang Penyebaran Paham Wahabi

Lambang Nahdatul Ulama (Wikimedia Commons)

Dialogis.id – Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta pemerintah Indonesia melarang paham Wahabiyah.


ini disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IX LD PBNU pada 25-27 Oktober 2022 di UPT Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Rakernas ini menghasilkan sejumlah rekomendasi internal dan eksternal NU. Salah satu poin rekomendasinya adalah melarang penyebaran paham Wahabi.

“Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah (dalam hal ini Kemenko Polhukam, Kemenkumham, Kemendagri, dan Kemenag) untuk membuat dan menetapkan regulasi yang melarang penyebaran ajaran Wahabiyah, baik melalui majelis taklim, forum kajian, media online, maupun media sosial (dalam bentuk tulisan, audio, maupun visual),” bunyi rekomendasi itu seperti dikutip detikcom dari laman LD PBNU, Jumat (28/10/2022).

LD PBNU merekomendasikan pemerintah untuk mewaspadai kegiatan yang bertujuan untuk menolak NKRI dan Pancasila yang di balut dengan kegiatan ala milenial.

“Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, untuk mewaspadai dan tidak memberikan izin penyelenggaraan kegiatan/event yang bertujuan untuk menolak NKRI dan Pancasila yang dibalut dengan penyelenggaraan kegiatan festival keagamaan ala milenial yang menarik minat generasi muda, seperti HijrahFest atau HijabFest,” lanjutnya.

Rekomendasi ini karena paham Wahabi dinilai kerap melontarkan tudingan bid’ah dan pengkafiran.

“Bahwa pada masyarakat muslim akar rumput kerap terjadi perdebatan, tudingan bid’ah, bahkan pengkafiran atas tradisi keagamaan yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam oleh kelompok Islam yang mengikuti paham Wahabiyah,” ujarnya.

LD PBNU menlai paham Wahabi dapat menimbulkan gesekan sosial yang bisa menimbulkan perpecahan dan berpotensi memunculkan terorisme

“Jika hal tersebut dibiarkan, dikhawatirkan terjadi gesekan sosial, saling fitnah yang berakibat pada perpecahan, konflik sosial, munculnya kelompok yang menolak Pancasila dan NKRI, serta potensi kekerasan dan terorisme,” ungkapnya.

Edit : LAM

Sumber : Detik


banner 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *